Ilmu Agama Dan Keutamaannya

Ilmu merupakan bentuk kata dasar dari bahasa arab yang berarti persepsi atau pemahaman. Definisi ilmu sendiri banyak beragam pendapat. Diantaranya adalah Ilmu merupakan sebuah persepsi atas sesuatu yang sesuai dengan fakta kenyataan. Fakta yang dimaksud adalah kesesuaian persepsi tadi dengan Ilmu Allah atau dengan yang tertulis di lauh mahfuz, atau sesuai dengan pemahaman logika, baik yang berdasar lewat pemikiran dan penalaran atau yang tanpa pemikiran sama sekali sebagaimana ilmu yang diperoleh dari penginderaan panca indera kita. Persepsi bahwa Allah Esa adalah ilmu. Persepsi tentang rasa panas ketika kulit terpapar api adalah juga ilmu dan lain sebagainya. Lawan dari Ilmu adalah jahlun (kebodohan) yaitu persepsi atas sesuatu yang menyalahi fakta kenyataan atau bisa disebut dengan jahlun murakab (kebodohan bertingkat). Misalnya pemahaman bahwa alam semesta ini bersifat kekal abadi. Ada juga jahlun basith yaitu ketidak tahuan akan sesuatu sama sekali.

Ilmu pengetahuan yang dibentangkan Allah SWT dihadapan mahlukNya sangatlah luas , itupun belum ada setetes dari lautan Ilmu -Nya.

Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ أَنَّمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ مِن شَجَرَةٍ أَقۡلَٰمٞ وَٱلۡبَحۡرُ يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦ سَبۡعَةُ أَبۡحُرٖ مَّا نَفِدَتۡ كَلِمَٰتُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٢٧

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah[1183]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

(QS.Luqmaan :27)

[1183] yang dimaksud dengan Kalimat Allah ialah: ilmu-Nya dan Hikmat-Nya.

Imam Al Mawardi dalam kitabnya Adab al Dunya wa al Dien menjelaskan bahwa seseorang tidak mungkin dapat mendalami semua bidang ilmu pengetahuan secara menyeluruh. Orang bijak ditanya : Siapa yang ahli dalam segala ilmu pengetahuan, ia menjawab: Semua orang. Jawaban yang jelas menilai bahwa hal tersebut adalah suatu kemustahilan. Kata seorang ulama : ’Jika kita mencari ilmu berambisi mencapai klimaksnya, maka justru kita telah mengawali mencari ilmu dengan cara yang salah. Sebenarnya kita mencari ilmu tak lain agar secara bertahap berkurang kebodohan kita dan setiap hari bertambah ilmu kita. Orang yang ambisi mendalami ilmu pengetahuan untuk mencapai klimaksnya bagaikan penyelam yang berenang di tengah lautan. Ia tak akan melihat darat ataupun batas luasnya samudera’.

Allah SWT Berfirman :

وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنۡ أَمۡرِ رَبِّي وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلۡعِلۡمِ إِلَّا قَلِيلٗا ٨٥

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.(QS. Al Israa’ :85)

Ilmu pengetahuan patut digandrungi setiap orang dan lebih utama untuk dituntut dan diperjuangkan. Karena orang yang berpengetahuan akan selalu menuai kemuliaan dan selalu bertambah keutamaannya.

Allah SWT berfirman :

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(Q.S. Az Zumar :9)

وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِۖ وَمَا يَعۡقِلُهَآ إِلَّا ٱلۡعَٰلِمُونَ ٤٣

Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.(Q.S. Al Ankabuut :43)

Nasihat Ibnu Zubair bin Awwam kepada putranya: Carilah ilmu pengetahuan, karena jika kamu sudah berharta maka ilmu yang engkau dapat akan menjadi kendaraanmu. Tetapi jika engkau tak berharta maka ilmu tadi sudah merupakan hartamu.

Abdul Malik bin Marwan berpesan kepada putra-putranya: Wahai anak-anakku tuntutlah ilmu pengetahuan. Jika engkau dari kalangan bangsawan maka ketika bepengetahuan engkau akan unggul dari yang lainnya. Jika engkau dari kalangan menengah, maka akan naik menjadi pemimpin. Dan jika engkau dari masyarakat biasa, minimal engkau akan punya kehidupan yang lebih baik. Abdullah Ibnu Al Mu’tazi seorang penyair daulat Abasiyah berkata, ‘Orang berpengetahuan akan mengerti betul apa yang namanya kebodohan sebab ia pernah mengalaminya sendiri, sedangkan orang yang bodoh tak akan pernah mengertahui apa yang namanya pengetahuan karena ia belum merasakannya sama sekali’. Oleh karenanya sifat orang yang tidak berpendidikan biasanya akan menjauhi ilmu pengetahuan dan berpaling darinya. Karena ketika seseorang itu bodoh dan tidak bisa akan sesuatu biasanya ia akan membenci sesuatu tadi.

Semua ilmu pengetahuan pada umumnya mulia karena ilmu hanya dikhususkan bagi manusia, sedangkan sifat-sifat yang lain seperti keberanian, sifat takut, kekuatan dan kasih sayang bisa dimiliki oleh manusia dan binatang. Selain itu ilmu merupakan perhiasan bagi pemiliknya. Bait syair berbunyi :

تَعَلَّمْ فَاِنَّ الْعِلْمَ زَيْنٌ لاَهْلِهِ ~ وَفَضْلٌ وَعِنْوَانٌ لِكُلّ المحَاِمدِ

Ketahuilah bahwa ilmu adalah perhiasan bagi pemiliknya _ Dan kemuliaan serta tanda dari suatu amal yang terpuji

Namun demikian tujuan akhir dari suatu ilmu pengetahuan tetap menjadi penentu dari nilai keunggulan ilmu itu sendiri. Kemuliaan sesuatu yang akan dicapai melihat mulianya hasil yang akan dicapai. Mana-mana ilmu yang tujuan akhirnya lebih baik maka lebih utama ilmu tersebut untuk di pelajari. Dengan kaidah tersebut maka dipastikan ilmu agama menjadi urutan pertama untuk dipelajari.

Bukan berarti Islam mendikotomikan (mengkotak-kotakkan) ilmu pengetahuan. Karena bagaimanapun semua kebaikan ilmu tidak akan tegak sama tinggi, pasti ada saling melebihi. Ketika menyadari bahwa seluruh bidang ilmu tidak mampu untuk di kaji semua, maka tentu pilihan bidang ilmu yang paling utama lebih didahulukan. Karena jika dipaksakan maka yang terjadi adalah keberhasilan yang semu.

Apa mungkin dua benih yang berbeda ditanam dalam satu lubang? tentunya tidak, kalaupun bisa tentu masing-masing tidak akan maksimal tumbuhnya. Suatu ketika karena kecerdasan dan kemampuan menghafal setiap yang didengar, seorang dari suku fihr bernama Jamil bin Mu’ammir Al Fihry mengaku bahwa dirinya memiliki dua hati sehingga mempunyai kekuatan berfikir melebihi Muhammad SAW, maka turunlah ayat yang menolaknya.

Allah SWT berfirman :

مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٖ مِّن قَلۡبَيۡنِ فِي جَوۡفِهِۦۚ

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya (Q.S. Al Ahzab :4)

Definisi Ilmu Agama (fikih) menurut Imam Abu Hanifah rahimahullah adalah cukup sederhana yaitu pengetahuan seseorang untuk mengenali mana yang baik untuk dirinya dan mana yang buruk untuk dijauhinya. Tidak dinamakan ilmu agama kecuali untuk diamalkan. Dan pengamalannya adalah dengan meninggalkan carut-marutnya duniawi demi tujuan ukhrawi (syurga). Ilmu agama menjadi jembatan menuju ketakwaan yang akhirnya bermuara pada kemuliaan dan keselamatan dunia akhirat.

Rasulullah SAW bersabda :

‏ ‏مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا ‏ ‏يَلْتَمِسُ ‏ ‏فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة

Barang siapa menempuh perjalanan guna mencari ilmu agama maka akan dimudahkan oleh Allah jalan menuju syurga (HR. Tirmidzi.

Dengan memahami ilmu agama maka seseorang akan mendapat petunjuk. Dan sebaliknya jika tidak berpengetahuan agama maka ia akan tersesat. Hidup ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. beribadah tanpa didasari pengetahuan agama adalah sia-sia.

Rasulullah SAW bersabda :

فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ

Keutamaan ilmu agama adalah melebihi keutamaan ibadah yang tidak didasari ilmu agama

Ilmu dan amal ibadah diibaratkan sebagai isi hidangan dan pinggannya. Dihadapan Rajanya para raja (Allah SWT) kelak yang akan kita persembahkan hanyalah isi pinggan tadi. Tetapi hidangan tak akan bisa dihaturkan tanpa ditata di atas pinggannya.

Begitulah ilmu agama sehingga menjadi sangat penting dan melebihi segalanya. Bahkan jika disuruh menilai mana yang baik antara orang yang berilmu tetapi tidak beramal ibadah dengan orang yang beramal ibadah tetapi bodoh, maka penilaian yang tepat adalah yang pertama yang lebih baik. Imam Al Mawardi berkata, ’Sebagian orang yang memandang rendah agama ini condong memilih ilmu pengetahuan yang katanya lebih rasional dari pada ilmu agama. Mereka sangat memujanya dan mengaku bahwa pengetahuan yang dianutnya lebih modern. Mereka sebenarnya hanya merasa berat dan enggan dengan ilmu agama ini karena disangkanya ilmu agama hanya berisi perintah dan larangan yang sangat mengekang kebebasan akal. Mereka meremehkan syariat yang dikiranya hanya berisi kepasrahan ibadah dan ajaran yang didiktekan.

Seharusnya jika mereka punya kecerdasan intelektual tentu tidak akan berpandangan sesempit itu. Sebab akal siapapun tidak akan membenarkan jika manusia ini dibiarkan bebas lepas tanpa aturan laksana binatang tanpa tali kekangnya. Mereka akan berkutat pada pendapat akal pikiran masing-masing yang saling bertentangan. Dan yang lebih parah lagi hawa nafsu telah menjadi panutan fanatiknya.

Akhirnya yang akan terjadi hanyalah perbedaan dan pertentangan yang mendatangkan silang sengketa dan permusuhan. Oleh karenanya agama sudah seharusnya menjadi kebutuhan yang urgen sebagai pembimbing akal, perekat persatuan dan mengatur tatanan sosial untuk menuju pada kehidupan manusia yang beradab. Dengan sendirinya rasional nantinya akan mendukung dan mengikutinya. Jika mereka berpendapat bahwa agama harus rasional dan akal harus menjadi dasar pijakan agama, maka pendapat itu tidak sepenuhnya benar, sebab meskipun akal bisa diikuti tetapi tanpa agama sebagai pembimbingnya nafsu akan menjadi terlepas bebas, maka akibatnya adalah sesat dan menyesatkan.

Dasar yang paling utama adalah mengendalikan dan mengawasi hawa nafsu kita. Tidak boleh lengah membiarkan nafsu seperti apa adanya. Karena jika nafsu dibiarkan dan hanya bergantung mengandalkan ilmu pengetahuan saja maka justru orang tadi telah merobek kemuliaan ilmu itu sendiri dan menghilangkan fungsi ilmu pengetahuan sebagai pengawas hawa nafsunya. Sehingga pada akhirnya ilmu pengetahuan tidak akan kuat menanggulangi dampak akibat dari pembiaran tersebut. Sudah menjadi kenyataan bahwa keburukan disekitar kita lebih banyak dan merajalela dari pada kebaikan. Dan moral yang rendahan malah lebih masyhur dikalangan masyarakat dari pada moral kebajikan.

Sedangkan pada diri insan manusia yang dasarnya ditakdirkan punya watak dendam, iri dengki dan sifat anti keteraturan dan keindahan akan dengan mudah berpaling dari kebaikan dan berpindah menatap kearah keburukan. Dampak dari musibah ini yang paling besar adalah jika sampai dilakukan oleh orang-orang yang berpredikat pemangku ilmu agama, tergelincirnya mereka sulit untuk dimaafkan dan kekeliruannya hampir tak bisa ditolerir karena akibat dari kecerobohannya nyata-nyata sangat merusak dan menjerumuskan banyak orang. Seorang penyair berkata,

‘Tergelincirnya orang yang pandai agama bagai kapal yang karam, didalamnya banyak orang yang akan ikut tenggelam’. Nabi Isa as. suatu ketika ditanya, ‘Siapakah orang yang paling besar membawa musibah? nabi Isa as menjawab, ‘ialah tergelincirnya seorang yang ‘alim ’. Ketika ia terperosok maka banyak orang menjadi korbannya’.

Bukti keutamaan ilmu agama sangatlah banyak, diantaranya sebagai berikut :

Firman Allah SWT :

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلۡعِلۡمِ قَآئِمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ١٨

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imran :18)

[188] ayat Ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.

Betapa tinggi martabat orang berilmu sampai-sampai Allah SWT menempatkannya pada urutan ketiga setelah Allah dan Malaikat-Nya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.(Q.S. Al Mujadalah :11)

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ulama memiliki derajat kedudukan yang tinggi melebihi orang biasa berbanding tujuh ratus derajat. Jarak antar derajat satu dengan lainnya berselisih waktu limaratus tahun.

إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258].(Q.S. Al fathir :28)

[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.

Hadis-Hadis Nabi :

مَنْ يُرِدِ الله ُبِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ

Kapan Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang maka Allah akan memahamkanya masalah ilmu agama dan akan memberi ilham petunjuk kepadanya (HR. Bukhari Muslim dan Thabarani )

Makna yang tersirat dari hadits adalah bahwa kapan Allah tidak menghendaki kebaikan pada seseorang maka ia akan dibodohkan dalam masalah agama.

أَفْضَلُ النَّا سِ اَلمْؤُمِنُ اَلْعَالِمُ اَلَّذِى إِنْ اِحْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَإِنْ اُسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ

Paling utamanya manusia adalah seorang mu’min yang berpengetahuan agama. Ketika ia dibutuhkan maka ia akan bermanfaat bagi orang lain. Dan ketika tidak dibutuhkan maka ia akan memperbaiki dirinya sendiri.(HR. Baihaqi)

لَمَوْتُ قَبِيْلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

Matinya satu kabilah (suku) masih lebih ringan dari wafatnya satu orang alim. (HR.Tabarani)

مَنْ تَفَقَّهَ فِى دِيْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ كَفَاهُ الله ُتَعَالَى مَا أهَمَّهُ وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa mau belajar ilmu agama maka Allah akan mencukupi semua kebutuhannya dan membeberi rizki dari tempat yang tidak disangka-sangka.(HR. Al Khatib)

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلىِ عَلَى أَدْنَى رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابىِ

Kelebihan seorang alim dibanding ahli ibadah yang tidak alim sama seperti keutamaanku melebihi laki-laki terendah diantara sahabatku. (HR.Tirmidzi)

Inilah ketinggian ilmu agama hingga disejajarkan dengan derajat kenabian. Sedangkan amal ibadah yang tanpa ilmu menjadi berkurang nilainya. Sebab suatu ibadah belum dinamakan ibadah jika tidak dilandasi pengetahuan. Namun demikian, mencari ilmu pengetahuan tersebut jika tidak dilandasi niat yang benar akan kehilangan ruhnya. Pada akhirnya ilmu hanya akan menjadi pemuas nafsu dan ambisi yang jauh dari tujuan hakikinya. Rasulullah SAW bersabda :

مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللَّهِ إِلا بُعْدًا

“ Barang siapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah amal baiknya, maka tidak akan bertambah kecuali jauh dari Tuhannya”.

Ilmu tidak hanya melulu untuk kebaikan duniawi, namun juga diharapkan berpotensi membawa kabaikan ukhrawi.

Tujuan mencari ilmu menurut Imam al Ghazali adalah untuk mencari hidayah (petunjuk Allah) yang berupa mengharap ridla Nya, memerangi kebodohan, mensyukuri nikmat akal dan lebih penting lagi menjaga eksistensi agama Islam dengan ilmu, bukan niat untuk penampilan ataupun mencari popularitas.

Selain menata niat tak kalah pentingnya adalah mengamalkan ilmu itu sendiri, sebab buah dari ilmu agama adalah mengamalkannya. Oleh karenanya jika diri kita enggan dan malas mengamalkan ajaran agama, tak dapat dipungkiri bahwa pendorong mencari ilmu itu sendiri adalah nafsu dan bisikan syetan yang telah berhasil memprovokasi kita untuk mencari ilmu dengan menghembuskan bisikan akan keutamaan-keutamaan ilmu dan ulama’nya saja, namun di sisi lain syetan menyembunyikan atau melenakan kita dari mengingat ancaman bagi orang yang tahu agama tapi tidak mengamalkannya, seperti sabda nabi SAW :

اَشَدُّ النَّاسِ عَذَاباً يَوْمَ الْقِياَمَةِ عاَلِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللهُ بِعِلْمِهِ (رواه الطبراني وعبدالله بن عدي والبيهقي)

Orang yang paling pedih siksanya besok di akhirat adalah orang yang tahu agama tetapi tidak mau mengamalkannya ( HR. Tabrani, Abdullah bin ‘Adiy dan Baihaqi)

Akhir dari tulisan ini semoga kita senantiasa diberi petunjuk dan bimbingan Allah dalam mencari ilmu dan mengamalkannya seraya berdo’a sebagaimana do’anya Rasulullah SAW :

اَلَّلهُمَّ إِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِن عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَعَمَلٍ لَا يُرْفَعُ وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ

“Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak diamalkan, hati yang tidak khusyuk, amal ibadah yang tidak diterima dan do’a yang tidak dikabulkan”.

Oleh Anchor: Muhammad Syakur AH.
Kitab Al Waraqat –Jalaluddin al Mahalli Imam-hal :5
Nafahaat ‘ala syarhil Waraqaat-Ahmad bin Abdullatief- hal. 24.
Tafsir Qurthubi : Tafsir surat Al Ahzab :4

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *