Liberalisasi Hubungan Berujung Kriminal

Penerapan sistem kufur dalam suatu tatanan kehidupan mendorong individu tega berbuat keji karena adanya pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya sekadar ibadah ritual, bukan dijadikan pegangan. Sehingga tidak terbersit sama sekali rasa takut bahwa perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Saat melakukan perbuatan maksiat bahkan keji, hanya hawa nafsu yang diperturutkan. Oleh karenanya rasa kemanusiaan terkikis dan memunculkan sikap hewani pada manusia.
Sebuah kamar kos di Kelurahan Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya, menjadi saksi bisu perbuatan keji Alvi Maulana (24) yang tega memutilasi pasangan kumpul kebonya, TAS (25) menjadi ratusan potongan. Sebagian potongan tubuh tersebut disimpan di laci lemari kamar kos mereka dan sebagian lainnya dibuang di semak-semak Dusun Pacet Selatan, Desa/Kecamatan Pacet, Mojokerto. Menurut Kapolres AKBP Ihram Kustarto, aksi pembunuhan yang dilakukan oleh Alvi tersebut didasari emosi akibat tuntutan ekonomi gaya hidup korban yang dipacarinya selama 5 tahun.
Emosi yang menumpuk dalam diri pelaku karena cekcok yang terus berulang membuat pelaku kalap dan menusuk leher korban. Tusukan fatal tersebut mengakibatkan korban kehabisan darah dan meregang nyawa. (https://news.detik.com : 8 September 2025)
Kasus tersebut menunjukkan bahwa sistem kufur kapitalisme telah membuat individu enteng melakukan perbuatan keji seperti kumpul kebo dan pembunuhan. Unsur kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan dalam sistem ini meniscayakan individu untuk berbuat maksiat. Hal ini karena menyerahkan batasan kebebasan pada masing-masing individu sesuai dengan pandangan hidupnya yang dibentuk oleh sistem kufur ini pula. Sehingga tak lagi ada kepedulian dalam dirinya apalagi mempertimbangkan halal dan haram perbuatan yang dilakukan. Hanya ada hawa nafsu yang dituruti sesuka hati.
Negara hanya mempedulikan para kapital sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir pun menuruti kepuasan mereka. Akibatnya secara sadar negara menormalisasi kemaksiatan terjadi karena tak mampu memberikan pemahaman yang benar sesuai syariat. Ditambah dengan sistem hukum yang sama sekali tidak mampu mencegah dan memberikan efek jera pada pelaku kemaksiatan.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menjadikan akidah sebagai dasar dalam pendidikan. Syariat dijadikan sebagai sumber kebijakan ketika menjalankan negara dan mengatur kehidupan. Termasuk kehidupan sosial dalam masyarakat sehingga tren dan fomo yang melanggar syariat akan mendapatkan hukuman yang tidak hanya menjerakan bagi pelakunya, tetapi juga mencegah yang lainnya untuk melakukannya.
Setiap individu harus berpikir berkali-kali lipat untuk melakukan kemaksiatan. Negara secara aktif melindungi seluruh warga negara dari segala macam pemahaman sesat yang dapat merusak akidah umat, yakni dengan mengontrol, mengawasi, bahkan memberangus konten-konten sesat. Selain itu negara juga akan melakukan ri’ayah terhadap seluruh warga terkait pembentukan masyarakat berkepribadian Islam. Negara menerapkan sistem pergaulan Islam yang melahirkan lingkungan masyarakat yang saling beramar ma’ruf nahi munkar. Demikianlah Islam secara kaffah jika diterapkan dalam seluruh lini kehidupan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *