Masyarakat mendukung peran tokoh agama untuk terus menyebarkan nilai-nilai positif dan mengembangkan moderasi beragama. Dengan meningkatnya peran tokoh agama tersebut, maka diharapkan mampu membendung penyebaran radikalisme dan intoleransi di masyarakat.
Para tokoh agama berperan penting dalam kehidupan di Indonesia, karena mereka menjadi panutan yang berakhlak baik. Keberadaan mereka selalu dinanti dan ceramahnya disukai banyak orang, karena mengajarkan bahwa agama adalah sesuatu yang memberi rasa damai. Tidak ada pemaksaan dan ancaman berat, seolah-olah yang tetap membandel akan langsung dicemplungkan ke dalam neraka jahanam.
Contoh dari tokoh agama moderat di Indonesia adalah almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan presiden RI. Selain itu ada KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang terkenal akan ceramahnya yang menyejukkan hati dan tidak menghakimi suatu kaum. Juga ada Buya Syafii yang pernah jadi Ketua PP Muhammadiyah dan Quraish Shihab yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama.
Para tokoh agama moderat wajib didukung karena berkat mereka dakwah menjadi terasa indah, tanpa ada provokasi dan hate speech. Moderat diartikan sebagai suatu sikap untuk melihat sesuatu dari perspektif yang positif. Tokoh agama moderat yakin bahwa ajaran yang toleran dan penuh kasih sayang akan lebih masuk ke dalam hati umat.
Indonesia adalah negara yang mengakui 6 agama, dan para tokoh agama moderat menyadari keberagaman ini. Bahkan dulu alm Gus Dur yang menambah 1 lagi agama yang diakui, sehingga mendapatkan simpati dari umat dengan keyakinan tersebut. Kebaikan dari para tokoh agama moderat patut dicontoh, karena menunjukkan bhinneka tunggal ika yang sebenarnya.
Begitu juga dengan kegiatan di pesantren, sebaiknya mereka juga membuat aktivitas yang positif. Dalam artian tidak larut dalam negativisme politik. Jika politik sudah masuk ke pesantren maka akan kacau balau karena ada pemaksaan secara halus untuk memilih calon pemimpin tertentu. Padahal seharusnya tidak boleh karena harus ada azas demokrasi, bahkan di pesantren sekalipun.
Kiai dan para ustad di pesantren hendaknya mengikuti langkah para tokoh moderat agar tercipta situasi yang selalu kondusif. Jika ada moderatisme di lingkungan pesantren maka akan menghapus fanatisme. Perbedaan antara 2 santri bisa terhapus, karena masing-masing bisa dibenarkan statement-nya, karena memiliki dasar hadis yang kuat.
Jangan malah mendukung adanya pertikaian di pesantren, karena hal ini bisa merusaknya dari dalam. Jika ada santri yang salah maka bisa dibenarkan tanpa harus dibully atau bahkan digunduli. Metode pendidikan di pesantren sebaiknya diubah agar lebih modern, tanpa mengasampingkan kewajiban belajar fikih, hadis, tasawuf, dll.
Pengajaran yang moderat di pesantren dibutuhkan agar tercipta wajah agama yang toleran dan umatnya yang rendah hati. Jangan sampai para santri merasa benar sendiri lalu bersikap sombong saat ditegur, padahal mereka adalah calon kiai. Ingatlah pepatah makin berisi makin merunduk agar tidak menjadi sombong, menrang-mentang tahu lebih banyak ilmu agama.
Tokoh agama yang moderat juga dibutuhkan untuk memberantas radikalisme di kalangan pesantren. Jangan sampai ada pondok yang teracuni paham itu, karena akan menjadi kacau-balau. Para santri akan berteriak-teriak dan ingin jihad, serta melakukan banyak tindakan ekstrim yang merugikan sekitar. Padahal makna jihad yang sebenarnya adalah berjuang dan mencari nafkah juga dianggap sebagai jihad.
Sudah banyak tokoh agama yang moderat di Indonesia dan mereka jadi panutan karena kesalehan dan kerendahan hatinya. Keberadaan para tokoh ini diperlukan untuk menghapus intoleransi di Indonesia. Mereka juga bisa jadi panutan bagi kalangan pesantren, agar beragama dengan moderat dan tidak ekstrim.