Presiden Prabowo Subianto berencana menaikkan gaji ASN, TNI/Polri, juga pejabat negara melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025. Berdasarkan aturan yang diteken pada 30 Juni 2025 itu, fokus kenaikan gaji diarahkan untuk guru, dosen, tenaga kesehatan, dan penyuluh.
Rencana Presiden Prabowo mengundang respon bagi PPPK ataupun guru honorer agar mereka mendapatkan perlakuan yang sama, dengan menaikkan gaji mereka. liputan6.com (2/10/2025) mengabarkan bahwa Perwakilan guru dari Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) menyuarakan nasib guru yang statusnya PPPK. Mereka mengharapkan agar pemerintah lebih memperhatikan dan mensejahterakan guru. Hal ini disampaikan oleh salah satu perwakilan guru dengan mengatakan bahwa PPPK tidak memiliki jenjang karier dan tidak memiliki uang pensiun serta gaji yang minim. Hal itu berbeda jauh dengan ASN. Harapan yang sama juga disampaikan oleh anggota DPR sebagai respon kenaikan gaji bagi ASN.
Beritasatu.com (22/9/2025) mengungkapkan apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani yang meminta pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji guru dan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga memperhatikan nasib guru honorer. Lalu menegaskan dirinya akan terus memperjuangkan nasib guru honorer di parlemen. Ia berharap mulai tahun 2026 mendatang tidak ada lagi guru honorer yang menerima gaji hanya Rp 300.000 per bulan.
Perbedaan Perlakuan Kesejahteraan Guru, Adilkah?
Guru memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam menancapkan ilmu pada generasi penerus bangsa. Dari pengenalan huruf, mengenal angka dan hitungan sampai level mengenalkan peserta didik terhadap ilmu terapan untuk mengisi peradaban. Transfer ilmu pengetahuan, sampai pengenalan dan pembiasaan adab dan perilaku yang harus melekat. Sehingga tugas berat guru tak sekedar transfer ilmu pengetahuan, melainkan juga membentuk kepribadian mulia yang diharapkan sebagai akhlak yang melekat kuat bagi pemuda penerus estafet bangsa.
Tugas dan tanggung jawab yang berat dan mulia tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Apalagi dengan arus informasi yang deras, tanggung jawab guru untuk beradaptasi dengan perubahan tentu juga harus diperhatikan. Sehingga keberadaan guru tetap menjadi teladan bagi peserta didik. Ada filosofi Jawa yang mengungkapkan “Guru digugu dan ditiru”, artinya guru harus menjadi teladan yang dapat dipercaya kata-katanya (“digugu”) serta dicontoh sikap serta perbuatannya (“ditiru”) oleh siswa. Berarti guru harus bisa dipertanggungjawabkan ucapannya dan menjadi panutan yang baik melalui tindakan serta perilakunya, sehingga ilmu dan karakter baiknya terserap oleh penerus bangsa.
Tugas yang berat dalam membentuk pola pikir dan pola sikap yang baik tentu menjadi tanggung jawab semua guru apapun posisinya. Apakah statusnya sebagai ASN, PPPK atau guru honorer. Tugas yang sama tetapi ada perbedaan dalam hal imbalan atas jasa / gaji tentu tak memenuhi kaidah rasa keadilan.
Perbedaan utama antara ASN PPPK dan guru honorer adalah pada status kepegawaian, di mana PPPK adalah ASN dengan status kontrak kerja yang jelas dan mendapatkan hak serta jaminan sosial, tetapi tak mendapatkan tunjangan hari tua atau pensiun seperti ASN. Namun PPPK mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibanding guru honorer. Sedangkan guru honorer, mereka bukanlah ASN dan statusnya informal serta tidak pasti. Sehingga mendapatkan gaji sebagai jasa atas pengabdiannya tak sebanding dengan yang didapatkan ASN dan PPPK.
Cara Islam Menetapkan Gaji
Penetapan gaji dalam Islam berbeda dengan penghitungan ala kapitalisme. Dalam kondisi saat ini, semua kebutuhan masyarakat ditanggung olrh dirinya. Baik kebutuhan pokok personal maupun komunal. Artinya sandang, pangan, papan, biaya pendidikan, kesehatan serta keamanan dibebankan kepada tiap individu untuk menanggungnya. Sehingga tanggungan besar ini menjadi bahan negosiasi dalam penetapan upah minimum bagi karyawan ataupun pegawai.
Islam memiliki cara pandang yang berbeda dalam penetapan upah. Penetapan upah dilandaskan kepada nilai manfaat dari jasa yang diberikan. Maka penetapan gaji bagi pegawai negeri, berlandaskan nilai manfaat atas keahlian seseorang sebagai penentu upah yang layak atasnya. Sehingga guru SD bisa saja digaji berbeda dengan SMP atau SMA atau perguruan tinggi dilandaskan pada bobot manfaat atas jasanya bukan dilandaskan pada sertifikat atau ijazah yang dimiliki.
Berlandaskan hal ini, sudah selayaknya negara tidak membedakan besaran gaji guru dengan mengotak-ngotakkan posisi sebagai ASN, PPPK atau honorer. Mereka semua adalah pegawai negara yang harusnya dipandang sama, mendapatkan keadilan berdasarkan jasa dedikasi yang diberikan serta mendapatkan gaji yang layak mengingat jasa guru yang besar sebagai pendidik generasi.
Sehingga gaji yang layak menjadikan karyawan, pegawai atau siapapun yang bekerja mampu mencukupi kebutuhannya secara layak baik primer ataupun kebutuhan sekunder serta kebutuhan lainnya sesuai dengan nilai kemanfaatan yang bisa diberikan dari aktivitas bekerjanya.
Karyawan cukup menggunakan gaji untuk pemenuhan kebutuhan pokok yakni sandang, pangan ataupun papan. Sedangkan kebutuhan komunitas seperti keamanan, kesehatan dan pendidikan menjadi tanggung jawab sepenuhnya di tangan negara dengan pengelolaan kekayaan alam yang dikelola sebaik-baiknya untuk kemaslahatan rakyat. Dengan demikian keadilan akan dapat diraih dan gaji yang diperoleh cukup atau bahkan berlebih untuk pemenuhan kebutuhan pokok individu serta keluarganya.