Pembaca rahimakumullah, ilmu agama memiliki kedudukan yang istimewa di dalam Islam. Ilmu agama ibarat salat rahasia dan ia merupakan salah satu dari ibadah hati.[1] Dalam Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Mempelajari ilmu agama adalah satu bentuk amal saleh yang paling utama, ibadah yang paling afdal, dan termasuk bagian dari berjihad di jalan Allah.[2] Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu pernah berkata yang artinya,
“Pelajarilah ilmu, karena mempelajarinya adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengulang-ulang ilmu merupakan tasbih, membahas ilmu adalah jihad, mengusahakannya merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah, dan mengajarkan ilmu kepada orang yang belum tahu adalah sedekah.”[3]
Karena tingginya kedudukan ilmu, Allah Ta’ala meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman sekaligus berilmu. Allah berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
Ikhlas dalam Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu, ikhlas menjadi satu pondasi utama agar seseorang memperoleh apa yang dicari. Oleh karenanya, setiap penuntut ilmu harus memperbaiki niatnya secara terus-menerus, baik sebelum menuntut ilmu, ketika menuntut ilmu, dan sesudahnya. Ikhlas dalam belajar merupakan sesuatu yang sangat berat dan perlu menjadi perhatian di setiap saat. Sesungguhnya ikhlas merupakan asas utama diterimanya suatu amal saleh dan seseorang hanya akan mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya.[4]
Orang yang tidak ikhlas dalam belajar ilmu agama tidak akan mendapatkan manfaat dari apa yang dipelajari. Bahkan ia akan mendapat ancaman neraka. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa mencari ilmu karena selain Allah, atau mengharapkan dengan ilmu karena selain mengharap wajah-Nya, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.” (H.R. Tirmizi no. 2655, Ibnu Majah no. 258, dan Nasa’i no. 5879)
Syaikh Shalih bin Abdullah bin Hamd Al-‘Ushoimy menjelaskan mengenai empat pondasi utama yang mengindikasikan keikhlasan niat dalam menuntut ilmu[5], yaitu:
1. Berniat menghilangkan ketidaktahuan dari diri sendiri.
Hal ini dilakukan dengan mempelajari perkara-perkara pokok dalam masalah agama. Perkara pokok ini mencakup masalah yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari. Selain itu, kita juga perlu mengetahui perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah kewajiban, perintah, serta larangan dalam syariat.
2. Berniat menghilangkan ketidaktahuan orang lain.
Menghilangkan ketidaktahuan orang lain dilakukan dengan mengajarkan ilmu. Setelah kita memiliki pengetahuan, tentu kita juga ingin agar orang lain mengetahuinya. Dengan pengetahuan yang kita miliki, kita membimbing mereka dalam perkara-perkara yang memberikan kemaslahatan dalam urusan dunia dan akhirat.
3. Berniat menghidupkan ilmu dan menjaga agar ilmu tidak hilang.
Apabila tidak ada orang yang mau mempelajari ilmu atau suatu cabang ilmu, maka ilmu akan lenyap. Oleh karenanya, ketika kita belajar suatu ilmu, hal ini merupakan satu bentuk upaya dalam melanggengkan dan menjaga eksistensi ilmu.
4. Berniat mengamalkan ilmu.
Mengamalkan ilmu merupakan tujuan pokok dari menuntut ilmu serta wasilah untuk mengokohkan ilmu.[6] Poin keempat ini erat kaitannya dengan ketiga poin sebelumnya. Mengamalkan ilmu berarti kita mempraktikkan apa yang telah kita ketahui. Kemudian ketika kita mengajarkan ilmu kepada orang lain, ini merupakan bentuk menghilangkan ketidaktahuan pada diri orang lain. Yang terakhir, dengan mengamalkan ilmu, ilmu akan terus hidup dan terjaga.
Para pembaca sekalian, demikian sedikit tulisan mengenai tujuan dalam belajar ilmu agama. Semoga Allah senantiasa membantu kita agar dapat ikhlas dalam menuntut ilmu dan memberikan manfaat kepada orang lain dengan ilmu yang Allah titipkan kepada kita.
Sleman, 6 Syakban 1445 H/16 Februari 2024 M
Ahmad Fathan Hidayatullah
[1] Abu Zaid, Bakr bin Abdullah. Hilyah Talibil ‘Ilmi. Darul ‘Ashimah. 1408 H. Riyadh, Saudi Arabia.
[2] Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Kitabul ‘Ilmi. 2008. Beirut, Lebanon.
[3] Al-Kinany, Badaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim. Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim Fii Adabil ‘Alimi wal Muta’alim. 1437 H. Dar Ibn Al Jauzy.
[4] Al-‘Ushoimy, Shalih bin Abdullah bin Hamd. Khulashah Ta’zhimil ‘Ilmi. 2011. Riyadh, Saudi Arabia.
[5] Al-‘Ushoimy, Shalih bin Abdullah bin Hamd. Khulashah Ta’zhimil ‘Ilmi. 2011. Riyadh, Saudi Arabia.
[6] Bazmul, Muhammad bin Umar bin Salim. At-Ta’shil fi Thalabil ‘Ilmi. 2011. Darul Furqan.