Telah menjadi ketetapan Allah bahwa setiap orang yang memiliki keimanan yang sah pasti masuk ke dalam surga. Akan tetapi, karena tingkat keimanan yang berbeda-beda, maka derajat mereka di surga pun berbeda-beda. Demikian juga, proses masuknya mereka ke dalam surga pun berbeda-beda.
Ditinjau dari proses masuknya orang yang beriman ke dalam surga, maka mereka terbagi menjadi tiga golongan:
Pertama: Masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
Kedua: Masuk surga setelah melalui hisab, tanpa diazab.
Ketiga: Masuk surga setelah melalui hisab dan setelah diazab.
Berikut ini adalah penjelasan siapa saja orang-orang yang akan masuk surga dengan cara-cara tersebut, beserta dalil-dalil yang menunjukkan kepadanya.
Orang yang masuk surga tanpa hisab tanpa azab
Hal ini telah diterangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sabdanya,
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ قَالُوا: مَنْ هُمْ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ! قَالَ هُمُ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ. وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ. وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Akan masuk ke dalam surga tanpa hisab dari umatku sebanyak tujuh puluh ribu.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah, tidak bertathayyur (beranggapan sial dengan melihat sesuatu), tidak pula melakukan pengobatan kay, dan mereka bertawakal hanya kepada (Allah) Tuhan mereka.” (HR. Muslim no. 218)
Dalam redaksi lain, disebutkan bahwa mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
Keutamaan yang besar ini akan diperoleh oleh orang-orang yang benar-benar mewujudkan tauhid dengan sempurna. Yaitu, dengan merealisasikan kewajiban-kewajiban dalam tauhid ditambah dengan melaksanakan perkara-perkara yang sunah. Apabila seseorang telah melaksanakan kewajiban-kewajiban di dalam tauhid dengan meninggalkan kesyirikan, ke-bid’ah-an, dan kemaksiatan, kemudian dia melaksanakan perkara-perkara yang sunah, maka berarti dia telah mewujudkan tauhid secara sempurna. (Lihat Hasyiyah Kitab Tauhid, Abdurrahman bin Qasim, hal. 37)
Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwa orang yang bertauhid ada tiga tingkatan:
Pertama: Orang yang selamat dari syirik, namun tidak selamat dari dosa-dosa selain syirik. Mereka itulah orang-orang yang disebut “zhalim linafsih” (orang yang menzalimi diri sendiri). Dan mereka terancam dengan neraka.
Kedua: Yang disebut “muqtashid”, yaitu orang-orang yang mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram, namun terkadang masih melakukan yang makruh dan meninggalkan sebagian yang mustahab (sunah). Mereka inilah yang disebut juga dengan “Al-Abrar” (orang-orang yang taat).
Ketiga: Yang selamat dari syirik besar dan kecil, selamat dari ke-bid’ah-an, meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan sebagian perkara yang mubah, bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan, baik yang wajib maupun mustahab. Mereka inilah yang disebut “Sabiqun bil khairat” (yang terdepan dengan kebaikan). Dan siapa saja yang berada pada tingkatan ini akan masuk surga tanpa hisab tanpa azab. (I’anatul Mustafid bi Syarh Kitab Tauhid, 1: 74-76, Maktabah Syamilah)
Baca juga: Masuk Surga dan Neraka karena Hewan
Orang yang masuk surga setelah melalui hisab, tanpa diazab
Mereka adalah orang-orang yang ketika dihisab ternyata amal kebaikan mereka lebih berat dibandingkan dengan amal keburukan. Sehingga, mereka bisa langsung masuk ke dalam surga. Allah berfirman,
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan). Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 8)
Syekh Abdurrahman As-Sa’di menerangkan, “Timbangan pada hari kiamat itu dengan keadilan yang tidak ada sedikit pun kecurangan dan kezaliman. Maka, siapa saja yang berat timbangan kebaikannya mengalahkan timbangan keburukannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Yaitu, orang-orang yang selamat dari perkara yang tidak disukai dan mendapatkan perkara yang dicintai. Mereka mendapatkan keuntungan besar dan kebahagiaan yang abadi.” (Taisirul Karimir Rahman)
Di antara contoh yang disebutkan dalam hadis tentang keadaan orang yang termasuk golongan ini, adalah hadis bithaqah, hadis yang menjelaskan selamatnya seseorang dikarenakan dia memiliki kartu bertuliskan “lailahaillallah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا، كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا، أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ، فَيَقُولُ: لَا يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: أَفَلَكَ عُذْرٌ، فَيَقُولُ: لَا يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً، فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ، فَتُخْرَجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فَيَقُولُ: احْضُرْ وَزْنَكَ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ، فَقَالَ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ، قَالَ: فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ، فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللهِ شَيْءٌ
“Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seseorang dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat. Maka, dibukalah sembilan puluh sembilan lembar catatan (keburukan)-nya. Masing-masing lembar sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Apakah kamu mengingkari sesuatu dari catatan ini? Apakah para malaikat pencatat amal menzalimimu?’ Dia berkata, ‘Tidak, wahai Tuhanku.’ Allah bertanya lagi, ‘Apakah kamu punya uzur (alasan)?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku.’ Lalu, Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu memiliki satu kebaikan di sisi Kami. Dan tidak ada kezaliman kepadamu pada hari ini.’ Maka, dikeluarkanlah sebuah kartu yang padanya ada kalimat, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak, selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’
Lalu Allah berfirman, ‘Hadirilah penimbangan (amal)-mu.’ Maka, dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, satu kartu ini dibandingkan dengan lembaran catatan keburukan yang banyak ini?!’ Allah berkata, ‘Hari ini kamu tidak akan dizalimi.’
Lalu, diletakkan lembaran-lembaran catatan keburukan pada satu daun timbangan, dan satu kartu itu pada daun timbangan lainnya. Maka, terlemparlah lembaran-lembaran catatan keburukan itu karena kalah berat dari kartu tersebut. Maka, tidak ada sesuatu yang bisa mengalahkan beratnya nama Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2639)
Orang yang masuk surga setelah melalui hisab dan setelah diazab
Golongan ini adalah orang-orang yang masih memiliki iman yang sah, namun di samping itu dia juga memiliki banyak dosa-dosa yang mengalahkan kebaikannya ketika diadakan penimbangan amal pada hari kiamat.
Syekh Hafizh Ahmad Hakami rahimahullah menjelaskan tiga tingkatan pelaku dosa besar dari kalangan orang yang bertauhid, dengan mengatakan,
“Para pelaku maksiat dari kalangan orang yang bertauhid ada tiga tingkatan:
Tingkat pertama adalah orang-orang yang kebaikan mereka lebih berat dibandingkan keburukan mereka. Maka, mereka akan masuk ke dalam surga secara langsung tanpa merasakan neraka sama sekali.
Tingkat kedua adalah orang-orang yang kebaikan mereka seimbang dengan keburukan mereka. Keburukan mereka menghalangi mereka masuk surga, dan kebaikan mereka menjadikan mereka selamat dari neraka. Merekalah yang disebut sebagai “ashabul a’raf”, yang Allah sebutkan bahwa mereka diberhentikan antara surga dan neraka selama waktu yang Allah kehendaki, kemudian mereka diizinkan masuk ke dalam surga …
Tingkat yang ketiga adalah orang-orang yang menjumpai Allah dalam keadaan belum bertobat dari dosa-dosa besar dan perbuatan keji. Mereka masih memiliki fondasi tauhid, namun keburukan mereka lebih berat dari kebaikan mereka. Mereka inilah yang akan masuk ke dalam neraka (terlebih dahulu) sesuai dengan kadar dosa-dosa mereka … (sampai perkataan beliau)… Mereka inilah yang akan Allah izinkan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam dan para nabi yang lain, para wali, para malaikat, serta orang-orang yang Allah muliakan, untuk memberi syafaat kepada mereka, sehingga mereka dikeluarkan dari neraka.” (Ma’arijul Qabul, 3: 1022-1023 dengan diringkas)
Dalam hadis Anas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيرَةً، ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّةً، ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مَا يَزِنُ مِنَ الْخَيْرِ ذَرَّةً
“Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan lailahaillallah dan dalam hatinya ada kebaikan setara dengan rambut tipis. Kemudian, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan lailahaillallah dan dalam hatinya ada kebaikan setara dengan biji gandum. Kemudian akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan lailahaillallah dan dalam hatinya ada kebaikan setara dengan zarrah.” (HR. Bukhari no. 7410 dan Muslim no. 193)
Sedangkan dalam hadis Imran bin Hushain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُسَمَّوْنَ الْجَهَنَّمِيِّينَ
“Akan keluar suatu kaum dari neraka dengan sebab syafaat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka masuk ke dalam surga. Mereka disebut Jahannamiyun.” (HR. Bukhari no. 6566)
Wallahu a’lam