Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan jika istri minta cerai, siapa yang menanggung nafkah anak? Selamat membaca.
Pertanyaan:
Assalamualaikum ustadz… Saya mau bertanya, apakah benar apabila seorang istri menggugat cerai suaminya karena memang pantas secara agama untuk digugat cerai? Lalu ada anak dari hasil pernikahannya dan anak tersebut tidak dinafkahi oleh ayahnya karena istri yang menggugat. Mohon pencerahannya.
(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS via Instagram Bimbingan Islam)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Warahmtaullah Wabarakatuh
Ketika terjadi perceraian dalam sebuah rumah tangga, baik itu karena seorang suami menceraikan istrinya, atau gugatan cerai dari istri untuk suaminya (khulu’), maka suami tetap berkewajiban untuk menafkahi anaknya sesuai dengan kemampuannya, dan dia wajib berlaku adil kepada semua anaknya, apabila dia menelantarkan anaknya maka dia telah melakukan kezhaliman, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Hindarilah kezaliman, karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak! Jauhilah kekikiran, karena kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum kalian” (HR. Muslim, no. 4675).
Dalam Islam, tidak ada istilah mantan anak, atau mantan bapak, atau mantan ibu. Karena hubungan anak dan orang tua, tidak akan pernah putus, sekalipun berpisah karena perceraian atau kematian. Yang ada adalah mantan istri atau mantan suami.
Contoh kasus di lapangan; Ketika terjadi perceraian dan masa iddah istri sudah selesai, wanita yang dulunya menjadi istri, kini berubah status menjadi mantan istri. Tali pernikahan sudah putus, bukan lagi suami-istri. Sehingga dia tidak wajib dinafkahi oleh mantan suaminya.
Namun hak nafkah bagi anak, tidak putus, sehingga seorang ayah tetap berkewajiban menanggung semua kebutuhan anak sesuai kemampuan, sekalipun anak itu tinggal bersama mantan istrinya.
Imam Ibnul Mundzir mengatakan,
وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مَنْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه
Ulama yang kami ketahui sepakat bahwa seorang lelaki wajib menanggung nafkah anak-anaknya yang masih kecil, yang tidak memiliki harta. Karena anak seseorang adalah darah dagingnya, dia bagian dari orang tuanya. Sebagaimana dia berkewajiban memberi nafkah untuk dirinya dan keluarganya, dia juga berkewajiban memberi nafkah untuk darah dagingnya. (lihat al-Mughni, 8/171).
Oleh karena itu, tidak benar klaim dan anggapan bahwa jika istri yang minta cerai dari suami, dan perceraian itupun terjadi, maka nafkah anak dibebankan pada istri dan bukan pada bapaknya. Ini tidak benar.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Rabu, 22 Rajab 1443 H/ 23 Februari 2022 M