Hujan merupakan karunia dari Allah
Hujan merupakan salah satu nikmat dan karunia terbesar dari Allah Ta’ala kepada para makhluk-Nya. Dari nikmat hujan inilah, muncul kenikmatan-kenikmatan lainnya yang lebih besar, baik itu tumbuhnya tanam-tanaman yang menjadi sumber makanan bagi kita, ataupun makhluk-makhluk lainnya, atau menjadi cadangan air minum, dan fungsi-fungsi lainnya bagi umat manusia. Allah Ta’ala berfirman mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya,
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
“Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-biji yang dapat dipanen.” (QS. Qaf: 9)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا لِنُحْيِيَ بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا وَنُسْقِيَهُ مِمَّا خَلَقْنَا أَنْعَامًا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا
“Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan), dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih. Agar (dengan air itu), Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus), dan Kami memberi minum kepada sebagian apa yang telah Kami ciptakan, (berupa) hewan-hewan ternak dan manusia yang banyak.” (QS. Al-Furqan: 48-49)
Hujan juga merupakan wujud dari rahmat dan kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)
Allah kaitkan kenikmatan hujan ini dengan realisasi ketauhidan dan pengesaan kita kepada Allah Ta’ala. Bahwa kenikmatan yang besar dari Allah Ta’ala ini hendaknya diiringi dengan ibadah dan persembahan hanya kepada Allah Ta’ala, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan syirik, baik itu keyakinan akan adanya sebab lain selain Allah yang dapat menurunkan hujan atau bahkan keyakinan kuat bahwa ada selain Allah Ta’ala yang dapat menurunkan hujan.
Allah juga mengaitkan karunia hujan ini dengan kondisi sebuah penduduk negeri. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)
Hujan merupakan hak Allah Ta’ala
Hujan merupakan salah satu tanda kebesaran Allah dan bukti akan kekuasaan-Nya. Manusia dan makhluk-makhluk lainnya tidak memiliki andil sedikit pun dalam mengatur dan menurunkannya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat. Dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Hujan merupakan salah satu dari lima hal di dunia ini yang manusia tidak akan bisa mengetahuinya dengan akurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مِفْتَاحُ الغَيْبِ خَمْسٌ لا يَعْلَمُهَا إلَّا اللَّهُ: لا يَعْلَمُ أَحَدٌ ما يَكونُ في غَدٍ، ولَا يَعْلَمُ أَحَدٌ ما يَكونُ في الأرْحَامِ، ولَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا، وما تَدْرِي نَفْسٌ بأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ، وما يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيءُ المَطَرُ.
“Kunci-kunci gaib itu ada lima yang tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Allah: 1) Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan terjadi besok hari; 2) Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang dikandung dalam rahim; 3) Tidak seorang pun tahu rezeki apa yang didapatkannya esok hari; 4) Tidak satu pun jiwa tahu di bumi mana ia akan meninggal; dan 5) Tidak seorang pun tahu kapan hujan akan datang dan turun.” (HR. Bukhari no. 6831)
Hujan semata-mata merupakan nikmat dari Allah Zat Yang Maha Pemurah yang wajib kita syukuri. Allah Ta’ala berfirman,
أفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
“Maka, apa kalian tidak memperhatikan air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?“ (QS. Al-Waqi’ah: 68-70)
Hujan adalah kekuasaan Allah yang menjadi kekhususan-Nya. Tidak ada satu pun dari makhluk-Nya yang memiliki kuasa untuk menurunkannya, karena di antara hikmah hujan adalah menghidupkan sesuatu yang tandus dan mati, dan ini di luar batas kemampuan makhluk selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fussilat: 39)
Baca juga: Doa Ketika Turun Hujan
Bagaimana hukum menggunakan jasa pawang hujan?
Setelah melihat pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa meminta hujan kepada selain Allah sebagaimana yang sekarang banyak terjadi, bahkan di kalangan kaum muslimin, dari menggunakan jasa pawang hujan, orang pintar, atau pun paranormal untuk menghentikan atau memindahkan hujan saat sedang melangsungkan hajat atau acara-acara penting lainnya, hukumnya adalah haram dan termasuk kesyirikan kepada Allah Ta’ala.
Menggunakan jasa pawang hujan termasuk bentuk menggantungkan sebab kepada yang bukan seharusnya. Perihal hujan seharusnya seorang muslim hanya menggantungkan dirinya kepada Allah Ta’ala serta meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya sebab turunnya hujan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewanti-wanti dari me-nisbat-kan hujan kepada sebab-sebab selain Allah Ta’ala. Pelakunya dihukumi kafir sebagaimana disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis qudsi. Allah Ta’ala berfirman,
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Di antara hamba-Ku ada yang menjadi beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kami telah diberi hujan karena keutamaan dan rahmat Allah,’ maka itulah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang. Sedangkan orang yang mengatakan, ‘Kami diberi hujan dengan bintang ini dan itu,’ maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Al-Qaulul Mufid menjelaskan kaidah umum dalam menghukumi perilaku kesyirikan,
Pertama: Jika ia percaya bahwa bintang atau pawang hujan adalah zat yang menurunkan hujan secara langsung, maka ia telah melakukan “syirik besar”.
Kedua: Jika ia percaya bahwa bintang, pawang hujan atau hal-hal lainnya menjadi sebab turunnya hujan dan dengan keyakinan juga bahwa turunnya hujan itu dengan izin Allah Azza Wajalla, maka perbuatan itu tetaplah haram, pelakunya telah melakukan “syirik kecil” yang akan merusak kesempurnaan tauhid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh-jauh hari juga telah mengingatkan kita bahwa perilaku pe-nisbat-an hujan kepada selain Allah adalah perilaku jahiliah yang susah hilang dari umatnya sehingga tetap ada hingga masa sekarang. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِيْ أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُوْنَهُنَّ: الْفَخْرُ بِاْلأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي اْلأَنْسَابِ، وَاْلإِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُوْمِ، وَالنِّيَاحَةُ
“Empat perkara dari perkara-perkara jahiliah yang terdapat pada umatku, dan tidak ditinggalkan oleh mereka: 1) membanggakan nenek moyang; 2) mencela keturunan; 3) me-nisbat-kan hujan kepada bintang-bintang; dan 4) meratapi mayit.” (HR. Muslim no. 934)
Sungguh fenomena pe-nisbat-an dan penggunaan pawang hujan untuk mendatangkan atau memindahkan hujan di masa sekarang merupakan fenomena yang sangat aneh dan jauh dari akal sehat manusia. Di masa silam, orang-orang musyrik sekalipun tetap meyakini bahwa tidaklah hujan itu turun, kecuali karena Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al-Ankabut: 63)
Penutup
Me-nisbat-kan hujan kepada selain Allah, meyakini bahwa ada selain Allah Ta’ala yang dapat mendatangkan atau menghalau hujan, maka semua itu merupakan bentuk kesyirikan dan pengingkaran terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekaligus menafikan tawakal yang benar kepada Allah Azza Wajalla. Perbuatan semacam ini juga membuka peluang munculnya berbagai kepercayaan yang salah dan rusak yang mengantarkan manusia kepada kepercayaan penyembahan patung dan bintang. Wal’iyadzubillah.
Semoga Allah Ta’ala jauhkan diri kita dan keluarga kita dari terjatuh ke dalam kesyirikan kepada Allah Ta’ala, sekecil apa pun bentuknya.